Daerah Istimewa Yogyakarta (dapat disebut Jogja,
Yogya, Yogyakarta, Jogjakarta dan seringkali disingkat DIY) adalah sebuah
provinsi di Indonesia yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa dan berbatasan
dengan Provinsi Jawa Tengah di sebelah utara. Secara geografis Yogyakarta
terletak di pulau Jawa bagian Tengah. Daerah tersebut terkena bencana gempa
pada tanggal 27 Mei 2006 yang mengakibatkan 1,2 juta orang tidak memiliki
rumah. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki lembaga pengawasan
pelayanan umum bernama Ombudsman Daerah Yogyakarta yang dibentuk dengan
Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, yakni Sri Sultan HB X pada tahun 2004.
Sejarah
Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebuah provinsi yang berdasarkan wilayah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman. Selain itu ditambahkan pula mantan-mantan wilayah Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Praja Mangkunagaran yang sebelumnya merupakan enklave di Yogyakarta.
Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebuah provinsi yang berdasarkan wilayah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman. Selain itu ditambahkan pula mantan-mantan wilayah Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Praja Mangkunagaran yang sebelumnya merupakan enklave di Yogyakarta.
Pemerintahan Daerah Istimewa
Yogyakarta dapat dirunut asal mulanya dari tahun 1945, bahkan sebelum itu.
Beberapa minggu setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, atas desakan rakyat dan
setelah melihat kondisi yang ada, Hamengkubuwono IX mengeluarkan dekrit
kerajaan yang dikenal dengan Amanat 5 September 1945 . Isi dekrit tersebut
adalah integrasi monarki Yogyakarta ke dalam Republik Indonesia. Dekrit dengan
isi yang serupa juga dikeluarkan oleh Paku Alam VIII pada hari yang sama.
Dekrit integrasi dengan Republik Indonesia semacam itu sebenarnya juga
dikeluarkan oleh berbagai monarki di Nusantara, walau tidak sedikit monarki
yang menunggu ditegakkannya pemerintahan Hindia Belanda setelah kekalahan
Jepang.
Pada saat itu kekuasaan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat meliputi:
Pada saat itu kekuasaan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat meliputi:
1. Kabupaten Kota
Yogyakarta dengan bupatinya KRT Hardjodiningrat,
2. Kabupaten Sleman
dengan bupatinya KRT Pringgodiningrat,
3. Kabupaten Bantul
dengan bupatinya KRT Joyodiningrat,
4. Kabupaten
Gunungkidul dengan bupatinya KRT Suryodiningrat,
5. Kabupaten
Kulonprogo dengan bupatinya KRT Secodiningrat.
6. Sedangkan kekuasaan
Kadipaten Pakualaman meliputi:
7. Kabupaten Kota
Pakualaman dengan bupatinya KRT Brotodiningrat,
8. Kabupaten Adikarto
dengan bupatinya KRT Suryaningprang.
Dengan memanfaatkan momentum
terbentuknya Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Daerah Yogyakarta pada 29
Oktober 1945 dengan ketua Moch Saleh dan wakil ketua S. Joyodiningrat dan Ki
Bagus Hadikusumo, maka sehari sesudahnya, semufakat dengan Badan Pekerja KNI
Daerah Yogyakarta, Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII mengeluarkan dekrit
kerajaan bersama (dikenal dengan Amanat 30 Oktober 1945 ) yang isinya
menyerahkan kekuasaan Legeslatif pada Badan Pekerja KNI Daerah Yogyakarta.
Mulai saat itu pula kedua penguasa kerajaan di Jawa bagian selatan mengeluarkan
dekrit bersama dan memulai persatuan dua kerajaan.
Semenjak saat itu dekrit kerajaan
tidak hanya ditandatangani kedua penguasa monarki melainkan juga oleh ketua
Badan Pekerja KNI Daerah Yogyakarta sebagai simbol persetujuan rakyat.
Perkembangan monarki persatuan mengalami pasang dan surut. Pada 18 Mei 1946,
secara resmi nama Daerah Istimewa Yogyakarta mulai digunakan dalam urusan
pemerintahan menegaskan persatuan dua daerah kerajaan untuk menjadi sebuah
daerah istimewa dari Negara Indonesia. Penggunaan nama tersebut ada di dalam
Maklumat No 18 tentang Dewan-Dewan Perwakilan Rakyat di Daerah Istimewa
Yogyakarta (lihat Maklumat Yogyakarta Nomor 18 Tahun 1946 ). Pemerintahan
monarki persatuan tetap berlangsung sampai dikeluarkannya UU No 3 Tahun 1950
tentang pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta yang mengukuhkan daerah
Kesultanan Yogyakarta dan daerah Paku Alaman adalah bagian integral Negara
Indonesia
Etimologi
Wilayah yang
kemudian menjadi keraton dan ibukota Yogyakarta telah lama dikenal sebelum
Sultan Hamengkubuwono I memilih tempat itu sebagai pusat pemerintahannya.
Wilayah itu dikenal dalam karya sejarah tradisional (Babad) maupun dalam leluri
dari mulut ke mulut. Babad Giyanti mengisahkan bahwa Sunan Amengkurat telah
mendirikan dalem yang bernama Gerjiwati di wilayah itu. Kemudian oleh Paku
Buwana II dinamakan Ayogya.[5] Secara etimologis Ngayogyakarto Hadiningrat
berasal dari kata Ayu – Gya – Karto atau Ayodya – Karto – Ning – Rat. Harimurti
Subanar, UGM, mendiskripsikan : Nga = Menuju; Yogya = Sebaik – baiknya; Karta =
Bekerja/Makarya; Hadi = Agung, Luhur; Ning = Bening, Jernih, Suci; Rat = Jagat,
Bawono; Jagad kecil adalah manusia dan jagad besar adalah semesta alam. Secara
filosofis makna Ngayogyakarto adalah hakekat, gegayuhan atau tujuan hidup untuk
menciptakan kebahagiaan dunia akherat & negeri yang Baladil Amin (Adil
& Amanah).
Wilayah kerajaan
ini didirikan di Pesanggarahan Garjitowati, Tlatah Pacetokan, Alas Bering, yang
berada diantara dua sungai, yaitu : Sungai Winongo dan Sungai Code. Komplek
Kraton terletak ditengah – tengah dan berada pada as-kosmis, dari utara
terdapat garis lurus dengan Tugu dan Gunung Merapi dan dari Selatan simetris
dengan Panggung Krapyak dan laut selatan.
Luas Kraton Yogyakarta 14.000 meter persagi, yang didalamnya terdapat 22 macam bentuk bangunan dan fungsinya yang dilandasi nilai – nilai filosofis, Kraton dibangun pada tahun 1756 dengan condrosengkolo memet : “Dwi Naga Rasa Tunggal”.
Kraton memiliki Plengkung atau Gerbang utama yang masing masing memiliki nama – nama tersendiri, memiliki benteng tinggi mengelilingi Kraton dan empat beteng pengintai disetiap sudutnya. Jumlah jalan keluar masuk ada 9 jalan, dan 5 jalan yang bertemu dialun – alun, Corak pembentukan kota Yogyakarta pada hakekatnya merupakan implementasi dari konsep P. Mangkubumi 1755, yang berdasarkan pada bentuk tata tubuh manusia dimana Yogyakarta terbagi dua wilayah, bagian selatan merupakan simbul rohani dan bagian utara merupakan simbol duniawi.
Luas Kraton Yogyakarta 14.000 meter persagi, yang didalamnya terdapat 22 macam bentuk bangunan dan fungsinya yang dilandasi nilai – nilai filosofis, Kraton dibangun pada tahun 1756 dengan condrosengkolo memet : “Dwi Naga Rasa Tunggal”.
Kraton memiliki Plengkung atau Gerbang utama yang masing masing memiliki nama – nama tersendiri, memiliki benteng tinggi mengelilingi Kraton dan empat beteng pengintai disetiap sudutnya. Jumlah jalan keluar masuk ada 9 jalan, dan 5 jalan yang bertemu dialun – alun, Corak pembentukan kota Yogyakarta pada hakekatnya merupakan implementasi dari konsep P. Mangkubumi 1755, yang berdasarkan pada bentuk tata tubuh manusia dimana Yogyakarta terbagi dua wilayah, bagian selatan merupakan simbul rohani dan bagian utara merupakan simbol duniawi.
Bangunan Kraton
Yogyakarta sebelah Utara terdiri dari : Kedhaton / Prabayekso, Bangsal Kencana,
Regol Danapratapa / Pintu Gerbang, Bangsal Sri Manganti, Regol Sri Manganti,
Bangsal Ponconiti, Regol Brajanala, Siti Hinggil, Tarub Agung, Pagelaran
(tiangnya 64), Alun – alun utara (jumlah pohon 62, angka 62 + 64 menggambarkan
usia rasulullah tahun Masehi dan tahun Jawa), Pasar Beringharjo, Tugu. Sebelah
Selatan : Regol Kemagangan, Bangsal Kemagangan, Regol Gadung Mlati, Bangsal
Kemandungan, Regol Kemandungan, Sasana Hinggil, Alun – alun Selatan, Krapyak.
Budaya
Yogyakarta masih
sangat kental dengan budaya Jawanya. Seni dan budaya merupakan bagian tak
terpisahkan dalam kehidupan masyarakat Yogyakarta. Sejak masih kanak-kanak
sampai dewasa, masyarakat Yogyakarta akan sangat sering menyaksikan dan bahkan,
mengikuti berbagai acara kesenian dan budaya di kota ini. Bagi masyarakat
Yogyakarta, di mana setiap tahapan kehidupan mempunyai arti tersendiri, tradisi
adalah sebuah hal yang penting dan masih dilaksanakan sampai saat ini. Tradisi
juga pasti tidak lepas dari kesenian yang disajikan dalam upacara-upacara
tradisi tersebut. Kesenian yang dimiliki masyarakat Yogyakarta sangatlah
beragam. Dan kesenian-kesenian yang beraneka ragam tersebut terangkai indah
dalam sebuah upacara adat. Sehingga bagi masyarakat Yogyakarta, seni dan budaya
benar-benar menjadi suatu bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka.
Kesenian khas di Yogyakarta antara lain adalah kethoprak, jathilan, dan wayang
kulit. Yogyakarta juga dikenal dengan perak dan gaya yang unik membuat batik
kain dicelup. ia juga dikenal karena seni kontemporer hidup. Memberikan nama
kepada anak masih merupakan hal penting Nama2 anak jawa. Yogyakarta juga
dikenal dengan gamelan musik, termasuk gaya yang unik gamelan Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar