Seandainya kita bertanya kepada orang-orang di
sekeliling kita dari berbagai agama, bangsa, profesi dan status sosial tentang
cita-cita mereka hidup di dunia ini tentu jawaban mereka sama “kami ingin
bahagia”. Bahagia adalah keinginan dan cita-cita semua orang. Orang mukmin
ingin bahagia demikian juga orang kafir pun ingin bahagia. Orang yang
berprofesi sebagai pencuri pun ingin bahagia dengan profesinya. Melalui
kegiatan menjual diri, seorang pelacur pun ingin bahagia. Meskipun semua orang
ingin bahagia, mayoritas manusia tidak mengetahui bahagia yang sebenarnya dan
tidak mengetahui cara untuk meraihnya. Meskipun ada sebagian orang merasa
gembira dan suka cita saat hidup di dunia akan tetapi kecemasan, kegalauan dan
penyesalan itu merusak suka ria yang dirasakan. Sehingga sebagian orang selalu
merasakan kekhawatiran mengenai masa depan mereka. Terlebih lagi ketakutan
terhadap kematian.
Allah berfirman dalam surat Al Jumu’ah ayat 8:
قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ
فَإِنَّهُ مُلاَقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ
فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“Katakanlah: Sesungguhnya
kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan
menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada yang mengetahui yang gaib
dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS.
Al Jumu’ah: 8)
Banyak orang yang beranggapan bahwasanya orang-orang barat
adalah orang-orang yang hebat. Mereka beranggapan bahwasanya orang-orang barat
hidup penuh dengan kebahagiaan, ketenteraman dan ketenangan. Tetapi fakta
berbicara lain, realita di lapangan menunjukkan bahwa secara umum orang-orang
barat itu hidup penuh dengan penderitaan. Hal ini dikuatkan dengan berbagai
hasil penelitian yang dilakukan oleh orang-orang barat sendiri tentang kasus
pembunuhan, bunuh diri dan berbagai tindakan kejahatan yang lainnya, namun ada
sekelompok manusia yang memahami hakikat kebahagiaan bahkan mereka sudah
menempuh jalan untuk mencapainya. Merekalah orang-orang yang beriman kepada
Allah. Mereka memandang kebahagiaan itu terdapat dalam sikap taat kepada Allah
dan mendapat ridho-Nya, menjalankan perintah-perintahNya dan meninggalkan
larangan-larangan-Nya.
Boleh jadi di antara mereka yang tidak memiliki kebutuhan
pokoknya setiap harinya, akan tetapi dia adalah seorang yang benar-benar
bahagia dan bergembira bagaikan pemilik dunia dan segala isinya.
Allah berfirman,
قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ
فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah: Dengan karunia Allah
dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan
rahmat-Nya iti dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Yunus: 58)
Jika mayoritas manusia kebingungan mengenai jalan yang harus
ditempuh menuju bahagia maka hal ini tidak pernah dialami oleh seorang mukmin.
Bagi seorang mukmin jalan kebahagiaan sudah terpampang jelas di hadapannya.
Cita-cita agar mendapatkan kebahagiaan terbesar mendorongnya untuk menghadapi
beragam kesulitan.
Terdapat berbagai keterangan dari wahyu Alloh sebagai kabar
gembira bagi orang-orang yang beriman bahwasanya dirinya sudah berada di atas
jalan yang benar dan tepat Allah berfirman:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ
وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَالِكُمْ
وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan bahwa (yang kami perintahkan
ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu
mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan
kamu dari jalannya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.”
(QS. Al An’aam: 153)
Jika di antara kita yang bertanya bagaimanakah yang dirasakan
bagi orang-orang yang bahagia dan orang-orang yang celaka maka Allah sudah
memberikan jawaban dengan firman-Nya:
فَأَمَّا الَّذِينَ شَقُوا فَفِي النَّارِ لَهُمْ
فِيهَا زَفِيرٌ وَشَهِيقٌ خَالِدِينَ فِيهَا مَادَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَاْلأَرْضُ
إِلاَّمَاشَآءَ رَبُّكَ إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِّمَا يُرِيدُ وَأَمَّا الَّذِينَ
سُعِدُوا فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَادَامَتِ السَّمَاوَاتُ
وَاْلأَرْضُ إِلاَّ مَاشَآءَ رَبُّكَ عَطَآءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ
“Adapun orang-orang yang celaka,
Maka (tempatnya) di dalam neraka, di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik
nafas (dengan merintih), Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi,
kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha
Pelaksana terhadap apa yang dia kehendaki. Adapun orang-orang yang berbahagia,
maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan
bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada
putus-putusnya.” (QS. Hud: 106-108)
Jika di antara kita yang bertanya-tanya bagaimanakah cara untuk
menjadi orang yang berbahagia, maka Alloh sudah memberikan jawabannya dengan
firman-Nya,
ٌّفَإِمَّا
يَأْتِيَنَّكُم
مِّنِّي
هُدًى
فَمَنِ
اتَّبَعَ
هُدَايَ
فَلاَ
يَضِلُّ
وَلاَيَشْقَى
وَمَنْ
أَعْرَضَ
عَن
ذِكْرِى
فَإِنَّ
لَهُ
مَعِيشَةً
ضَنكًا
وَنَحْشُرُهُ
يَوْمَ
الْقِيَامَةِ
أَعْمَى
“Barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan
tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya
baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari
kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thoha: 123-124)
Dan juga dalam firman-Nya,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ
مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ
بِأَحْسَنِ مَاكَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barang siapa yang mengerjakan
amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka
sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya
akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa
yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97)
Kebahagiaan seorang mukmin semakin bertambah ketika dia semakin
dekat dengan Tuhannya, semakin ikhlas dan mengikuti petunjuk-Nya. Kebahagiaan
seorang mukmin semakin berkurang jika hal-hal di atas makin berkurang dari
dirinya.
Seorang mukmin sejati itu selalu merasakan ketenangan hati dan
kenyamanan jiwa. Dia menyadari bahwasanya dia memiliki Tuhan yang mengatur
segala sesuatu dengan kehendak-Nya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sungguh menakjubkan keadaan orang-orang yang beriman.
Sesungguhnya seluruh keadaan orang yang beriman hanya akan mendatangkan
kebaikan untuk dirinya. Demikian itu tidak pernah terjadi kecuali untuk orang-orang
yang beriman. Jika dia mendapatkan kesenangan maka dia akan bersyukur dan hal
tersebut merupakan kebaikan untuknya. Namun jika dia merasakan kesusahan maka
dia akan bersabar dan hal tersebut merupakan kebaikan untuk dirinya.” (HR.
Muslim dari Abu Hurairah)
Inilah yang merupakan puncak dari kebahagiaan. Kebahagiaan
adalah suatu hal yang abstrak, tidak bisa dilihat dengan mata, tidak bisa
diukur dengan angka-angka tertentu dan tidak bisa dibeli dengan rupiah maupun
dolar. Kebahagiaan adalah sesuatu yang dirasakan oleh seorang manusia dalam
dirinya. Hati yang tenang, dada yang lapang dan jiwa yang tidak dirundung
malang, itulah kebahagiaan. Bahagia itu muncul dari dalam diri seseorang dan
tidak bisa didatangkan dari luar.
Tanda Kebahagiaan
Imam Ibnu Al Qoyyim mengatakan bahwa tanda kebahagiaan itu ada 3
hal. 3 hal tersebut adalah bersyukur ketika mendapatkan nikmat, bersabar ketika
mendapatkan cobaan dan bertaubat ketika melakukan kesalahan. Beliau mengatakan:
sesungguhnya 3 hal ini merupakan tanda kebahagiaan seorang hamba dan tanda
keberuntungannya di dunia dan di akhirat. Seorang hamba sama sekali tidak
pernah bisa terlepas dari 3 hal tersebut:
1. Syukur ketika mendapatkan nikmat.
Seorang manusia selalu berada dalam nikmat-nikmat Allah.
Meskipun demikian, ternyata hanya orang berimanlah yang menyadari adanya
nikmat-nikmat tersebut dan merasa bahagia dengannya. Karena hanya merekalah
yang mensyukuri nikmat, mengakui adanya nikmat dan menyanjung Zat yang
menganugerahkannya. Syukur dibangun di atas 5 prinsip pokok:
- Ketundukan orang yang bersyukur terhadap yang memberi nikmat.
- Rasa cinta terhadap yang memberi nikmat.
- Mengakui adanya nikmat yang diberikan.
- Memuji orang yang memberi nikmat karena nikmat yang dia berikan.
- Tidak menggunakan nikmat tersebut dalam hal-hal yang tidak disukai oleh yang memberi nikmat.
Siapa saja yang menjalankan lima prinsip di atas akan merasakan
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sebaliknya, jika lima prinsip di atas
tidak dilaksanakan dengan sempurna maka akan menyebabkan kesengsaraan
selamanya.
2. Sabar ketika mendapat cobaan.
Dalam hidup ini di samping ada nikmat yang harus disyukuri, juga
ada berbagai ujian dari Allah dan kita wajib bersabar ketika menghadapinya. Ada
tiga rukun sabar yang harus dipenuhi supaya kita bisa disebut orang yang
benar-benar bersabar.
- Menahan hati untuk tidak merasa marah terhadap ketentuan Allah.
- Menahan lisan untuk tidak mengadu kepada makhluk.
- Menahan anggota tubuh untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak di benarkan ketika terjadi musibah, seperti menampar pipi, merobek baju dan sebagainya.
Inilah tiga rukun kesabaran, jika kita mampu melaksanakannya
dengan benar maka cobaan akan berubah menjadi sebuah kenikmatan.
3. Bertaubat ketika melakukan kesalahan.
Jika Allah menghendaki seorang hamba untuk mendapatkan
kebahagiaan dan keberuntungan di dunia dan akhirat, maka Allah akan memberikan
taufik kepada dirinya untuk bertaubat, merendahkan diri di hadapan-Nya dan
mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai kebaikan yang mampu untuk
dilaksanakan. Oleh karena itu, ada seorang ulama salaf mengatakan: “Ada seorang
yang berbuat maksiat tetapi malah menjadi sebab orang tersebut masuk surga. Ada
juga orang yang berbuat kebaikan namun menjadi sebab masuk neraka.” Banyak
orang bertanya kepada beliau, bagaimana mungkin hal tersebut bisa terjadi?,
lantas beliau menjelaskan: “Ada seorang yang berbuat dosa, lalu dosa tersebut
selalu terbayang dalam benaknya. Dia selalu menangis, menyesal dan malu kepada
Allah subhanahu wa ta’ala. Hatinya selalu sedih karena memikirkan dosa-dosa
tersebut. Dosa seperti inilah yang menyebabkan seseorang mendapatkan
kebahagiaan dan keberuntungan. Dosa seperti itu lebih bermanfaat dari berbagai
bentuk ketaatan, Karena dosa tersebut menimbulkan berbagai hal yang menjadi
sebab kebahagiaan dan keberuntungan seorang hamba. Sebaliknya ada juga yang
berbuat kebaikan, akan tetapi kebaikan ini selalu dia sebut-sebut di hadapan
Allah. Orang tersebut akhirnya menjadi sombong dan mengagumi dirinya sendiri
disebabkan kebaikan yang dia lakukan. Orang tersebut selalu mengatakan ’saya
sudah berbuat demikian dan demikian’. Ternyata kebaikan yang dia kerjakan
menyebabkan timbulnya ‘ujub, sombong, membanggakan diri dan merendahkan orang
lain. Hal-hal ini merupakan sebab kesengsaraan seorang hamba. Jika Allah masih
menginginkan kebaikan orang tersebut, maka Allah akan memberikan cobaan kepada
orang tersebut untuk menghilangkan kesombongan yang ada pada dirinya.
Sebaliknya, jika Allah tidak menghendaki kebaikan pada orang tersebut, maka
Allah biarkan orang tersebut terus menerus pada kesombongan dan ‘ujub. Jika ini
terjadi, maka kehancuran sudah berada di hadapan mata.”
Al Hasan al-Bashri mengatakan, “Carilah kenikmatan dan
kebahagiaan dalam tiga hal, dalam sholat, berzikir dan membaca Al Quran, jika
kalian dapatkan maka itulah yang diinginkan, jika tidak kalian dapatkan dalam
tiga hal itu maka sadarilah bahwa pintu kebahagiaan sudah tertutup bagimu.”
Malik bin Dinar mengatakan, “Tidak ada kelezatan selezat
mengingat Allah.”
Ada ulama salaf yang mengatakan, “Pada malam hari orang-orang
gemar sholat malam itu merasakan kelezatan yang lebih daripada kelezatan yang
dirasakan oleh orang yang bergelimang dalam hal yang sia-sia. Seandainya bukan
karena adanya waktu malam tentu aku tidak ingin hidup lebih lama di dunia ini.”
Ulama’ salaf yang lain mengatakan, “Aku berusaha memaksa diriku
untuk bisa sholat malam selama setahun lamanya dan aku bisa melihat usahaku ini
yaitu mudah bangun malam selama 20 tahun lamanya.”
Ulama salaf yang lain mengatakan, “Sejak 40 tahun lamanya aku
merasakan tidak ada yang mengganggu perasaanku melainkan berakhirnya waktu
malam dengan terbitnya fajar.”
Ibrahim bin Adham mengatakan, “Seandainya para raja dan para
pangeran mengetahui bagaimana kebahagiaan dan kenikmatan tentu mereka akan
berusaha merebutnya dari kami dengan memukuli kami dengan pedang.” Ada ulama
salaf yang lain mengatakan, “Pada suatu waktu pernah terlintas dalam hatiku,
sesungguhnya jika penghuni surga semisal yang kurasakan saat ini tentu mereka
dalam kehidupan yang menyenangkan.”
Imam Ibnul Qoyyim bercerita bahwa, “Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
mengatakan: ‘Sesungguhnya dalam dunia ini ada surga. Barang siapa belum pernah
memasukinya maka dia tidak akan memasuki surga diakhirat kelak.’” Wallahu
a’laam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar